Apakah betul pembangunan ekonomi harus menjadi sokoguru setiap bangsa?Apakah betul untuk membangun ekonomi bangsanya kita wajib berhutang?Apakah betul ekonomi merupakan jati diri sebuah bangsa untuk disebut sebagai negara maju atau negara terbelakang?
Semua jawaban dari pertanyaan ini sebetulnya harus menjadi dasar kita untuk membangun sebuah bangsa yang Rahmatan Lil Alamin, yaitu sebuah bangsa yang memberi Rahmat kepada bangsa-bangsa lainnya di seluruh dunia?
Dari sejak saya lahir sampai hari ini, banyak kejadian tiada henti yang membuka mata hati saya untuk memahami arti ekonomi yang banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan pertikaian antar bangsa di berbagai belahan bumi. Karena keterbatasan sumberdaya alamnya dan iklim yang ekstrim, masyarakat Eropa secara paksa menjajah hampir seluruh bangsa di seantaro dunia. Kalau dulu secara fisik dengan kekuatan tentara, sekarang melalui mekanisme perang dagang seperti yang saat ini dialami oleh Turky, China dan US.
Jika kita percaya bahwa penjajahan akan berlangsung sepanjang masa, bagaimana cara yang paling tepat untuk menghadapinya? Jerman dan Jepang telah berhasil membuktikan cara terbaik untuk menghadapi penjajahan tersebut dengan cara mengikuti sunah-Nya, yaitu membangun kekuatan ekonomi dengan cara membeli produk buatan rakyat sendiri (apapun kualitas nya berapapun harganya) sehingga kita tidak tergantung dengan bangsa asing. Kalau ini sudah mampu kita penuhi, baru kita membantu negara lainnya untuk sebesar-besarnya kebaikan.
Sampai hari ini saya belum pernah melihat bangsa Jepang ikhlas membantu negara lain untuk bisa mandiri dan berbagi kebaikan kepada bangsa lainnya.
Pertanyaannya kemudian, darimana kita harus memulai membangun kekuatan ekonomi mandiri ini?
Cara yang juga sama dengan yang dilakukan oleh Jerman dan Jepang yaitu melalui pendidikan yang fokus pada pembangunan akhlak bangsa. Jerman dan Jepang terkenal dengan akhlak bangsanya yg hebat dan tangguh, bukan karena banyak orang pintarnya. Keduanya kembali mengambil sunah-Nya sebagai cara membangun akhlak bangsa.
Selama fundamental akhlak bangsa tidak terbentuk, Indonesia tidak pernah akan kemana-mana. Jika semua pembangunan infrastruktur di korupsi, maka dalam sekejap akan habis manfaatnya. Berbeda dengan akhlak bangsa yang kuat akan bermanfaat sepanjang masa.
Jika kita sepakat dengan logika pembangunan ini, maka kita tidak perlu banyak berdebat menyoal masalah pembangunan ekonomi, berhutang untuk membangun infrastruktur dan korupsi sepanjang masa. Perdebatan kita akan lebih banyak menyangkut masalah pengentasan kemiskinan, bagaimana berlaku adil kepada sahabat Papua, memperbaiki hutan hujan kita untuk membantu dunia menstabilkan iklim dan pada akhirnya setelah kita bangkit menjadi bangsa besar dapat memberi Rahmat bagi bangsa-bangsa lainnya.
Apakah pemikiran ini sebuah utopia? Tentu tidak, sebagian besar bangsa hebat hanya membutuhkan waktu rata-rata 25 tahun untuk bangkit sesuai sunah-Nya. Ini yang tidak pernah kita rancang dan wujudkan sungguh-sungguh sebagai sebuah bangsa, karena kita terlalu sibuk untuk menjadi serakah karena dibenak kita hanya ada kosakata pembangunan ekonomi? Bukan kosakata membangun akhlak bangsa dan setelah bangkit menjadi bangsa yang Rahmatan Lil Alamin.